Oleh: Andi Novriansyah Saputra, S.Ag. (Freelancer & Content Creator)

karebaindonesia.id – Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni “ethos” berarti kebiasaan adat, perasaan, sikap dan cara berpikir.Oleh sebab itu etika juga disebut sebagai ilmu yang berkaitan dengan adat kebiasaan untuk mengatur tingkah laku manusia. Etika sendiri merupakan cabang dari disiplin ilmu filsafat dari segi praksis kehidupan manusia. Maka wajar seorang cendikiawan Katolik yakni Romo Franz Magnis-Suseno mengartikan etika sebagai media orientasi manusia dalam memahami suatu pertanyaan paling fundamental, mempertanyakan tindakan manusia sebagai manusia dalam hal baik dan buruk. Ini penting untuk memberikan arahan, acuan dan landasan kepada perbuatan manusia.(Franz Magnis-Suseno (1987): 13).

Menjalani kehidupan bermasyarakat dengan pemikiran etik akan memperkuat legitimasi seseorang saat berbuat sesuatu. Aktivitas yang dijalankan tertata dengan baik tanpa adanya keraguan dalam mengeluarkan keputusan, karena telah memperkirakan alasan-alasan yang kuat jika dihadapkan pada dua pilihan hidup. Selain itu etika dapat membantu untuk mengejawantahkan suatu makna dari sebuah seremonial yang sebenarnya memiliki nilai-nilai kebanggaan luhur, contohnya saja peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh setiap tanggal 17 Agustus. Pada tanggal tersebut seluruh rakyat Indonesia merayakannya dengan penuh suka cita, walaupun tidak sedikit juga yang memperingatinya sebagai ajang untuk mengingatkan pemerintah kepada golongan yang masih belum merasakan dampak positif kemerdekaan.

Biasanya peringatan hari kemerdekaan
ditandai dengan upacara resmi dari para pejabat pemerintah dan instansi-instansi terkait, seruan untuk mengibarkan bendera merah putih di setiap rumah warga, hingga diadakannya lomba 17 Agustus. Sah-sah saja jika setiap tahun terus mengadakan agenda serupa, namun pertanyaannya apakah dengan seremonial belaka semangat kemerdekaan akan dengan mudah menyertainya? Fluktuasi kondisi bangsa dari berbagai sektor dapatmenjadi referensi untuk menjawabnya.

Untuk itu, pentingnya memahami dari sudut pandang etika dalam memperjuangkan semangat yang terkandung pada setiap momen resmi negara. Agar ada peningkatan pada diri manusia dari tahun ke tahun walaupun agendanya sama saja, bukan sekedar terus mengulang pidato yang sama seolah-olah setiap peringatan itu masyarakat baru memulainya dari awal.

Etika Islam di Masyarakat
Nilai-nilai luhur yang biasanya termaktub dalam hari-hari besar negara mengarah pada kebaikan hubungan antar manusia atau bermasyarakat. Pada seremonial yang terlihat megah setiap tahun seharusnya telah mendorong kemunculan pribadi sosial yang solid. Bahkan pada hari besar keagamaan sekalipun mengandung hikmah yang menyentuh dari akar rumput hingga menjulang ke langit. Dalam Islam dikenal dengan prinsip-prinsip muamalah yang juga diatur dalam fiqih muamalah.

Pada tulisan Siti Saleha Madjid dari Jurnal Hukum Ekonomi Syariah mempertegas prinsip-prinsip hubungan antara manusia dengan manusia harus berlandaskan prinsip tauhid, menyadari bahwa manusia sebagai khalifah Tuhan yang memegang amanah untuk menegakkan nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi keadilan yang terlihat dari tindakan entah itu berdasarkan dalil ataupun dari ittikad baik.

Aktualisasi prinsip-prinsip muamalah tersebut dapat menjadi landasan untuk menunjukkan pola perilaku sesuai etika Islam. Salah satu contoh yang juga memperjuangkan etika Islam adalah Muhammadiyah selaku ormas Islam yang terpandang di Indonesia.

Organisasi yang dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan itu memiliki peran yang cukup penting dalam perjuangan kemerdekaan negara Indonesia hinga era reformasi saat ini. Muhammadiyah telah tampil sebagai gerakan pembaharu Islam di Indonesia yang tidak hanya melakukan pemurnian ajaran Islam tapi juga tampil sebagai agen perubahan sosial dan modernisasi sosial melalui pendidikan serta gerakan politik.(Alfian: 1989).

Menerapkan Khittah di Masa Kini
Prinsip-prinsip muamalah yang diperintahkan melalui ajaran agama Islam tersebut seharusnya dapat menjadi khittah umat untuk dielaborasikan dengan semangat hari-hari besar nasional termasuk hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Semangat itu tidak seharusnya terhenti di lisan saja, akan tetapi dicitrakatan melalui kehiduan sehari-hari agar setiap pribadi selalu merasa dan ingat bahwa bangsa ini harus selalu merdeka. Namun tantangan terbesarnya justru terjadi hari ini, ketika kecangihan teknologi telah merebak ke berbagai kalangan serta mempercepat tersebarnya arus globalisasi.

Kini bukan lagi “mulutmu harimau mu”, tapi “jarimu harimau mu”. Media digital ibarat pisau bermata dua, bisa sebagai penebar kebaikan dan bisa pula menyebarkan virus keburukan. Maksud baik seseorang untuk memberikan informasi yang dapat mendorong semangat kemerdekaan, dapat menghasilkan sesuatu yang kurang baik jika mengesampingkan khittah etik moral dalam hal ini unsur Islam. Ada baiknya dalam memberikan informasi bergerak pada prinsip-prinsip muamalah tadi, sehingga tercipta iklim komunikasi yang teduh dan berimbang.
Tidak hanya pada persoalan informasi, kehidupan bermasyarakat pun menuntut manusia untuk bersikap rasional dan tidak terlampau ekstrim.

Prinsip muamalah juga dapat memberikan edukasi pentingnya politk nilai yang murni yaitu menebarkan sikap politik dan kebangsaan yang berpihak pada kebenaran moral denggan menjalankan aktifitas politik hanya untuk mempraksiskan nilai-nilai perdamaian sehingga dapat menjadi contoh bagi pelaku pemerintahan di Indonesia.

Momen peringatan HUT RI menjadi titik balik semangat perjuangan kemerdekaan, semangat pembebasan dari berbagai bentuk penindasan, kedzaliman, ketidakadilan dan segala hal yang membelenggu kehidupan rakyat Indonesia. Serta dapat merefleksikan diri para pejabat agar menjadi teladan abgi rakyat dan mengimplementasikan sikap negarawan.